Sabtu, 12 November 2011

Picture Style Tambahan Untuk Kamera Canon

,
Selain Picture Style bawaan dari Kamera Canon yaitu Standard, Portrait, Landscape, Neutral, Faithful, dan monochrome, Canon juga menyediakan Picture Style tambahan yaitu Studio Portrait, Snapshot Portrait, Nostalgia, Clear, Twilight, Emerald, dan Autumn Hues. Berikut adalah sample dari Picture Style tersebut.









Untuk mendapatkan Picture Style tambahan dari Canon tersebut, kita harus men download nya langsung dari website Canon. Atau Download disini.
Semoga berguna ya....

Presentasi Dasar - dasar Fotografi

,
Haloo, apakabarnya,
ngeblog lagi ah,
kali ini sikasep pengen share tentang hobby terpendam saya, yaitu fotografi atau memotret, hobby yang satu ini diperlukan nyali ( emang mau ngapain pake nyali yah,hehe ), ya diperlukan jiwa seni dan teknik yang tinggi (tidak mutlak), tapi setidaknya setiap fotografer harus mempunyai dasar-dasar sebagai langkah awal untuk memotret, disini, bisa di download mengenai dasar-dasar fotografi,semoga bermanfaat dan salam jepret.
Download : 
http://www.ziddu.com/download/16325471/Dasar-DasarFotografi.ppt.html

Picture Style Canon

,
Di dalam kamera DSLR Canon, kita akan menemui yang namanya Picture Style, lalu apa gunanya Picture Style tersebut? Gunanya adalah agar membuat foto yang kita ambil lebih berkesan.



Kamera Canon memiliki enam standard pilihan Picture Style, yaitu Standard, Potrait, Landscape, Neutral, Faithful, dan Monochrome.
  • Standard = Gambar jelas dan tajam [biasa untuk foto standar]
  • Potrait = Warna kulit yang indah dan kualitas gambar yang jelas [Biasa untuk foto model atau close up]
  • Landscape = Biru dan hijau hidup, ketajaman meningkat [biasa untuk foto pemandangan]
  • Neutral = Untuk warna yang alami dan ketajaman rendah [biasa untuk membuat kesan foto lebih alami]
  • Faithful = Sangat akurat untuk warna di siang hari [biasa untuk foto yang menginginkan agar tidak terlalu banyak terkena sinar matahari]
  • Monochorome = Hitam dan Putih [biasa untuk foto yang menginginkan warna hitam dan putih saja / sephia]
Silakan anda untuk mengekspolari sendiri untuk mendapatkan momen atau foto yang tepat atau lebih sesuai dengan Picture Style nya

Cara melihat Shutter Count untuk Kamera

,
Sikasep, Jika beberapa waktu lalu saya sudah menjelaskan bagaimana Cara melihat Shutter Count untuk kamera NIKON maka kali ini saya akan memberikan Cara melihat Shutter Count untuk Canon . Shutter Count merupakan ukuran berapa lama kamera digunakan (berapa kali jepret). Masing-masing tipe dari tiap prabikan biasanya mencantumkan maksimal shutter count-nya. Sebenarnya kamera DSLR masih bisa digunakan meskipun sudah melewati nilai shutter count maksimalnya, tetapi kemungkinan hasil yang diperoleh sudah tidak sebagus kondisi normalnya. Mungkin saja akurasi metering, fokus atau bahkan digital imaging prosesornya sudah tidak bisa bekerja secara maksimal. Ibarat motor kalau dipake terus kan juga perlu diservice rutin dan pasti ada spare part yang harus diganti. Maka dari itu lah perlunya kita mengetahui Shutter Count dari kamera kesayangan kita.

Selain untuk parameter kapan saatnya ganti kamera, shutter count juga perlu kita cek pada saat kita membeli kamera bekas, supaya ga salah beli. Semakin banyak shutter count harga pasti lebih rendah.

Ada 2 aplikasi yang bisa digunakan untuk mengetahui shutter count kamera kesayangan kita (yang baru saya tau sih, hehhe.. )
EOSInfo

Aplikasi ini adalah kelanjutan dari aplikasi 40DShutterCount, digunakan untuk mengetahui shutter count kamera Canon EOS. Kelebihan EOSInfo dibanding 40DShutterCount adalah EOSInfo bisa dijalankan sendiri tanpa harus install EOS Utility dulu seperti 40DShutterCount. Jadi lebih simpel.
Cara menggunakan EOSInfo, tinggal install aplikasi ke komputer, sambungkan kamera ke komputer, kemudian jalankan EOSInfo, shutter count kamera Canon akan muncul pada EOSInfo. (mohon maaf tidak bisa mencantumkan contoh gambar karena ga punya kamera Canon).

Mengoptimalkan setting manual pada kamera Digital

,
Sikasep - Biasa jadi semenjak pertama seseorang membeli kamera digital, mode yang senantiasa dipakainya untuk memotret adalah mode AUTO. Alasan pertama karena mode ini memang menjadi mode yang paling mudah dipakai dan relatif bisa diandalkan pada berbagai macam situasi tanpa takut hasil fotonya akan mengecewakan. Alasan kedua mungkin karena kebetulan pada kamera digital itu hanya tersedia mode AUTO saja, sehingga ‘terpaksa’ tidak bisa berkreasi lebih jauh dengan mode manual. Memang pada umumnya kamera digital berjenis point-and-shoot dirancang amat simpel dan tidak dilengkapi dengan banyak fitur manual layaknya kamera prosumer. Namun bagi anda yang memiliki kamera dengan fitur manual, masihkah anda tetap memakai mode AUTO setiap saat?

Artikel ini akan mengajak Sobat aziscs1 untuk mengoptimalkan fitur-fitur manual yang ada pada kamera digital Sobat aziscs1. Sebagai langkah awal, pertama tentunya adalah kenali dulu fitur manual apa saja yang tersedia di kamera anda, mengingat tiap kamera memiliki spesifikasi yang berbeda. Coba kenali dan periksa kembali spesifikasi kamera anda, akan lebih baik bila semua fitur manual di bawah ini tersedia pada kamera anda :
  • Manual sensitivity/ISO, artinya pada kamera tersedia pilihan untuk menentukan nilai sensitivitas sensor/ISO mulai dari AUTO, 100, 200, 400 hingga 1600. Ada kamera yang bahkan untuk menentukan nilai ISO sepenuhnya adalah AUTO, ada kamera yang nilai ISO terendahnya di 50, dan ada kamera yang sanggup mencapai ISO amat tinggi (3200, 6400 hingga 10000).
  • Advance Shooting Mode : P (Program), A (Aperture Priority), S (Shutter Priority), M (Manual). Lebih lanjut akan kita bahas nanti.
  • Exposure Compensation (Ev), digunakan untuk mengkompensasi eksposure ke arah terang atau gelap. Apabila eksposure yang ditentukan oleh kamera tidak sesuai dengan keinginan kita, fitur ini dapat membantu. Naikkan Ev ke arah positif untuk membuat foto lebih terang dan turunkan untuk mendapat foto yang lebih gelap. Biasanya tingkatan/step nilai Ev ini dibuat dalam kelipatan 1/3 atau 1/2 step.
  • Manual focus, suatu fitur yang tidak begitu banyak dijumpai di kamera saku. Berguna apabila auto fokus pada kamera gagal mencari fokus yang dimaksud, seperti pada objek foto yang tidak punya cukup kontras untuk kamera mengunci fokus (karena kerja auto fokus kamera berdasar pada deteksi kontras).
  • Manual White Balance, untuk mendapatkan temperatur warna yang sesuai dengan aslinya. Bermacam sumber cahaya yang berlainan sumbernya memiliki temperatur warna (dinyatakan dalam Kelvin) berbeda-beda, sehingga kesalahan dalam mengenal sumber cahaya akan membuat warna putih menjdi terlalu biru atau terlalu merah. Umumnya semua kamera digital termasuk kamera ponsel telah memiliki fitur auto White Balance yang bisa beradaptasi pada berbagai sumber cahaya. Namun sebaiknya kamera anda memiliki keleluasaan untuk mengatur White Balance secara manual seperti Daylight, Cloudy, Tungsten, Flourescent dan manual adjust.
  • Flash intensity level, berguna untuk mengubah-ubah kekuatan cahaya dari lampu kilat pada kamera. Hal ini kadang berguna saat hasil foto yang diambil dengan lampu kilat ternyata terlalu terang atau justru kurang terang.
Fitur manual manakah yang paling berdampak langsung pada kualitas hasil foto? Karena fotografi adalah permainan cahaya (exposure) dimana tiga unsur pada kamera yang menentukan adalah Shutter speed (kecepatan rana), Aperture (diafragma) dan ISO, maka fitur manual paling penting menurut saya adalah fitur manual P/A/S/M dan fitur manual ISO (sejauh yang saya amati, apabila sebuah kamera telah memiliki fitur P/A/S/M, maka kamera tersebut juga telah memiliki fitur manual ISO). Pada prinsipnya, kamera (dan fotografer) akan berupaya untuk menghasilkan sebuah foto yang memiliki eksposure yang tepat. Artinya, foto yang dihasilkan semestinya tidak boleh terlalu gelap atau terlalu terang. Gelap terangnya foto yang dibuat oleh kamera ditentukan dari ketiga faktor tadi, dimana :
  • shutter bertugas mengatur berapa lama cahaya akan mengenai sensor (atau film pada kamera analog), dinyatakan dalam satuan detik. Semakin singkat kecepatan shutter maka semakin sedikit cahaya yang masuk, dan demikian pula sebaliknya. Biasanya kamera memiliki kecepatan shutter mulai dari 30 detik hingga 1/4000 detik.
  • aperture memiliki tugas mengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk ke lensa (dengan memperbesar atau memperkecil ukuran difragma), dinyatakan dalam f-number berupa skala pecahan mulai yang terbesar hingga terkecil (contoh : f/2.8, f/3.5, f/8 dsb). Nilai f-number kecil menandakan bukaan diafragma besar, sedang nilai f besar menunjukkan bukaan diafragma kecil. Nilai maksimum dan minimum dari diafragma suatu kamera ditentukan dari lensanya, dan nilai ini akan berubah seiring dengan perubahan jarak fokal lensa.
  • ISO menentukan tingkat sensitivitas sensor terhadap cahaya sehingga semakin tinggi nilai ISO maka sensor akan semakin peka terhadap cahaya meski dengan resiko meningkatnya noise pada foto. Faktor ISO ini menjadi pelengkap komponen eksposure selain shutter dan aperture, terutama saat kombinasi shutter dan aperture belum berhasil mendapatkan nilai eksposure yang tepat.
Pada kamera terdapat suatu alat ukur cahaya yang fungsinya amat penting dalam menentukan eksposure yang tepat. Alat ukur ini dinamakan light-meter, fungsinya adalah untuk mengukur cahaya yang memasuki lensa, biasa disebut dengan metering (biasanya terdapat dua macam pilihan metering pada kamera, yaitu average/multi segment/matrix dan center weight/spot). Hasil pengukuran ini dikirimkan ke prosesor di dalam kamera dan digunakan untuk menentukan berapa nilai eksposure yang tepat. Setidaknya inilah cara kerja semua kamera yang diopersikan secara otomatis melalui mode AUTO.
Tidak semua foto yang diambil memakai mode AUTO memberikan hasil eksposure yang memuaskan. Terkadang nilai shutter dan aperture yang ditentukan secara otomatis oleh kamera tidak sesuai dengan keinginan kita. Untuk itu keberadaan fitur manual P/A/S/M dapat membantu mewujudkan kreatifitas kita dan pada akhirnya bisa membuat foto yang lebih baik.
Inilah hal-hal yang bisa anda lakukan dengan fitur manual eksposure P/A/S/M pada kamera anda :
  1. Program mode (P). Huruf P disini kadang artinya diplesetkan sebagai ‘Pemula’ karena sebenarnya di mode ini hampir sama seperti memakai mode AUTO (oleh karena itu mode P ini relatif aman untuk dipakai sebagai mode standar sehari-hari). Bila pada mode AUTO semua parameter ditentukan secara otomatis oleh kamera, maka pada mode P ini meski kamera masih menentukan nilai shutter dan aperture secara otomatis, namun kita punya kebebasan mengatur nilai ISO, white balance, mode lampu kilat dan Exposure Compensation (Ev). Tampaknya tidak ada yang istimewa di mode P ini, tapi tunggu dulu, beberapa kamera ada yang membuat mode P ini lebih fleksibel dengan kemampuan program-shift. Dengan adanya program-shift ini maka kita bisa merubah variasi nilai pasangan shutter-aperture yang mungkin namun tetap memberikan eksposure yang tepat (konsep reciprocity) . Bila kamera anda memungkinkan program-shift pada mode P ini, cobalah berkrerasi dengan berbagai variasi pasangan nilai shutter-aperture yang berbeda dan temukan perbedaannya.
  2. Aperture-priority mode (A, atau Av). Mode ini optimal untuk mengontrol depth-of-field (DOF) dari suatu foto, dengan cara mengatur nilai bukaan diafragma lensa (sementara kamera akan menentukan nilai shutter yang sesuai). Aturlah diafragma ke bukaan maksimal (nilai f kecil) untuk mendapat foto yang DOFnya sempit (objek tajam sementara latar belakang blur) dan sebaliknya kecilkan nilai diafragma (nilai f tinggi) untuk mendapat foto yang tajam baik objek maupun latarnya. Biasanya pada lensa kamera saku, bukaan diafragma maksimal di f/2.8 (pada saat wide maksimum) dan bukaan terkecil berkisar di f/9 hingga f/11 (tergantung spesifikasi lensanya). Namun dalam situasi kurang cahaya, memperkecil diafragma akan membuat eksposure jadi gelap, untuk itu biarkan nilai diafragma pada posisi maksimal saat memotret di tempat yang kurang cahaya.
    Aperture priority mode pada DSLR
  3. Shutter-priority mode (S, atau Tv). Mode ini kebalikan dari mode A/Av, dimana kita yang menentukan kecepatan shutter sementara kamera akan mencarikan nilai bukaan diafragma yang terbaik. Mode ini berguna untuk membuat foto yang beku (freeze) atau blur dari benda yang bergerak. Dengan memakai shutter amat cepat, kita bisa menangkap gerakan beku dari suatu momen olahraga, misalnya. Sebaliknya untuk membuat kesan blur dari suatu gerakan (seperti jejak lampu kendaraan di malam hari) bisa dengan memakai shutter lambat. Memakai shutter lambat juga bermanfaat untuk memotret low-light apabila sumber cahaya yang ada kurang mencukupi sehingga diperlukan waktu cukup lama untuk kamera menangkap cahaya. Yang perlu diingat saat memakai shutter cepat, cahaya harus cukup banyak sehingga hasil foto tidak gelap. Sebaliknya saat memakai shutter lambat, resiko foto blur akibat getaran tangan akan semakin tinggi bila kecepatan shutter diturunkan. Untuk itu gunakan fitur image stabilizer (bila ada) atau gunakan tripod. Sebagai catatan saya, nilai kecepatan shutter mulai saya anggap rendah dan cenderung dapat mengalami blur karena getaran tangan adalah sekitar 1/30 detik, meski ini juga tergantung dari cara dan kebiasaan kita memotret serta posisi jarak fokal lensa. Pada kecepatan shutter sangat rendah di 1/8 detik, pemakaian stabilizer sudah tidak efektif lagi dan sebaiknya gunakan tripod.
  4. Manual mode (M). Di level mode full-manual ini, fotograferlah yang bertugas sebagai penentu baik nilai shutter dan aperture. Light-meter pada kamera tetap berfungsi, namun tidak digunakan untuk mengatur nilai eksposure secara otomatik melainkan hanya sebagai pembanding seberapa jauh eksposure yang kita atur mendekati eksposure yang diukur oleh kamera. Di mode ini dibutuhkan pemahaman akan eksposure yang baik, dalam arti fotografer harus mampu untuk mengenal kondisi cahaya pada saat itu dan dapat membayangkan berapa nilai shutter dan aperture yang diperlukan. Bila variasi kedua parameter ini tidak tepat, niscaya foto yang dihasilkan akan terlalu terang atau terlalu gelap. Namun bila sukses memakai mode manual ini, kita bisa mendapat foto yang memiliki eksposure yang baik melebihi foto yang diambil dengan mode AUTO, Program, Aperture-priority ataupun Shutter-priority. Contohnya pada saat mengambil foto sunset di pantai dimana dibutuhkan feeling yang tepat akan eksposure yang diinginkan.
Dengan memahami fungsi-fungsi dari sitting manual pada kamera, diharapkan kita mau mencoba-coba berkrea dengan setting tersebut dan mendapat hasil yang memuaskan. Selamat berkerja.

Batas Maksimum Jepretan kamera Canon

,
tiap kamera digital ada batas jepretannya.. standarnya camdig biasa sih 9999 jepretan.. habis tu si kamera akan ngambek dan nggak mau shut lagi.. yang rusak bukan bodynya, tapi sensor kamera yang sudah saatnya pensiun.. :P

teman ane dah ada yang ngalami ini, dan untuk "mengunlock" harus dikirim lagi ke dealernya.. (kebetulan teman ane di Buntok, n dia harus ngirim ke jakarta.. chape deh.. ^^ )

coba liat ini, nikon d300: terlihat daya shutternya 150000 jepretan.

Kalau untuk canon ini datanya:

Berikut Batas Maksimum Jepretan kamera Canon Untuk semua model EOS :

Model - Rated Shutter Life
Canon EOS Digital Rebel XS / 1000D - 100,000
Canon EOS Digital Rebel T1i / 500D - 100,000
Canon EOS Digital Rebel XSi / 450D - 100,000
Canon EOS Digital Rebel XTi / 400D - 50,000
Canon EOS Digital Rebel XT / 350D - 50,000
Canon EOS 50D - 100,000
Canon EOS 40D - 100,000
Canon EOS 30D - 100,000
Canon EOS 20D - 50,000
Canon EOS 5D Mark II - 150,000
Canon EOS 5D - 100,000
Canon EOS 1D Mark III - 300,000
Canon EOS 1D Mark II N - 200,000
Canon EOS 1DS Mark III - 300,000
Canon EOS 1DS Mark II - 200,000

Semoga bermanfaa,
varian baru EOS belum bisa di UPDATE..

Tips Memotret / membuat Foto Senja

,

Banyak trik atau cara akal-akalan untuk Belajar Fotografi, terutama menghasilkan foto senja dengan langit kemerahannya yang baik dan menarik. Salah satunya adalah menggunakan filter warna.

Penggunaan filter warna (oranye) untuk menampilkan suasana senja secara umum yang berwarna kemerahan memang menjadi suatu acuan yang tepat. Namun demikian jika kita tidak tepat menggunakannya hanya akan menjadi kurang baik.

Untuk suatu akal-akalan menghasilkan foto senja atau foto yang bernuasa senja sangat di era digital memang mudah dilakukan. Karena dengan kemera digital yang proses kelanjutannya menggunakan kamera sebagai pengolah atau kamar gelapnya, jika dikehendaki dapat membuat foto senja kemerahan dengan suatu suasana yang tidak merah atau difoto pada saat tidak senja juga dapat dengan mudah menggunakan Adobe Photoshop.

Namun demikian bagi pemotret atau baru belajar fotografi dalam arti sesungguhnya, pasti tak akan cukup terpuaskan bila untuk mendapatkan suatu foto senja harus melakukan pemotretan dengan akal-akalan seperti dengan menggunakan olahan Adobe Photoshop. Karenanya itu akal-akalan yang dilakukan adalah sebatas melakukan tindakan braketing pada saat memotret.

Seberapa jauh seorang pemotret menginginkan suatu foto dalam suasanan senja, terpulang dari kebutuhan dan hasil apa yang hendak dicapai. Karena bila berbicara mengenai akal-akalan atau trik dijaman belaja fotografi digital seperti sekarang ini untuk menghasilkan sebuah foto senja yang baik dan menarik sudah bukan persoalan.

Selebihnya terpulang pada pemotret dalam Belajar Fotografi, dengan cara apa menghasilkan foto-foto senja yang baik. Apakah dengan memotretnya menunggu saat betul-betul mataharai telah memerah atau merekayasa pemotretan dengan memberikan filter warna senja. Demikian beberapa hal atau cara yang dapat ditempuh untuk memotret suasana senja agar menghasilkan foto yang indah sesuai keindahan alam yang terpancar dan terlihat indah pula oleh mata.

Sumber :lensa.multiply.com

Alat-alat yg Penting untuk men-Trigger (memicu) Lampu Studio Kita

,




Terkadang, setelah kita memiliki, atau bahkan baru merencanakan terjun ke lighthing fotografi, kebutuhan dasarnya (basic needs) lampu minimal 2 titik, beserta stand, sofbox dan payung yg juga sepasang.  bahkan banyak yg lampunya lebih dari 3 titik sudah dimiliki.

Seringnya kita lupa mengkategorikan peralatan pendukung selanjutnya sebagai basic needs atau luxuries needs ?

contoh : trigger lampu studio kita. masuk kedalam kategori apa ?
barang pokok yg mendasar atau kebutuhan yg bersifat lux ?

"sebelum kita membayangkan lampu studio kita sudah tertata apik, namun trigger tidak ada...wkwkwkwk
yuk kita kupas sedikit mengenai trigger lampu studio ?"

Kalau melihat dari jenis kamera kita.  Terdapat flash built in (pop up flash)

dan flash eksternal kita...


Kedua flash kamera kita ini bisa dalam kondisi manual power dan auto power (bahkan TTL), program mendeteksi situasi cahaya yg ada, kemudian mengisi dgn cahaya dari flash eksternal anda secara "pas menurut program".

Flash kamera ini dalam bantuannya untuk memicu lampu studio, harus ter set manual.
Tidak boleh TTL.  Jika
ter set "auto" atau TTL.  Memang bisa menyalakan lampu studio anda, namun tidak terekam (lihat arah cahaya yg jatuh kemodel, pasti dari arah anda) coba taruh lampu studio disamping model.
Cek pas saat flash ada auto or TTL, adakah arah cahaya dari samping ?
Tentunya tidak, karena program auto/TTL bekerja mendeteksi cahaya lampu saat itu (ambience light), sementara flash studio anda belum mengeluarkan cahaya.  Sehingga ketika kita flash...mereka tidak bekerja sama, yg tampak di LCD kita cahaya dari arah depan (dari flash eksternal kita).
Dan ini bukan masalah "lag" atau jeda, lampu studio yg disamping tidak terekan padahal flashnya nyala.
Tapi program TTL "lupa baca", karena perintah cahaya keluar diukur dari available light (cahaya yg ada), saat kita 1/2 shutter sekalian ambil fokus suatu komposisi, disini flash light studio kan diam tidak nyala.  Disitu pokok permasalahannya.

Jadi main studio hukumnya wajib men set flash anda sebagai trigger pada posisi manual power.


1.  Internal Flash/flash built ini (pop up flash)

Umumnya kamera pada internal flashnya sudah ter set "auto" atau TTL. saya ulang kembali,  memang bisa menyalakan lampu studio anda, namun tidak terekam (lihat arah cahaya yg jatuh kemodel, pasti dari arah anda)

Untuk berjalan seiring sejauh ini hanya kamera seri Nikon yg bisa menset internal flashnya ke manual power.

Caranya (jika nikon) masuk ke menu setting, pilih flash mode, pilih manual (TTL off-kan) kemudian manual powernya set power terendah (1 = full dan 1/16 power terendah). 
Sehingga konsep cahaya studio kita bersih, tidak dibocori oleh flash eksternal kita ketika mentrigger


Cahaya frontal diarahkan keatas dan kebawah, sehingga cahaya jatuh ke model tidak flat, atau memakai acesories internal flash lainnya
Untuk kamera lain selain mayoritas nikon, yg tidak bisa menset internal flashnya ke posisi manual power, pakai saja flash eksternal anda atau trigger lainnya dibawah ini.

2.  Flash Eksternal (manual & TTL)


Masuk kemenu setting pada flash body eksternal (contoh foto SB 800 Nikon) pilih manual power (TTL off), kemudian manual powernya set pada power terendah (angka besar) 1 = full power danbisa 1/32 yg paling rendah powernya.  Sehingga konsep cahaya studio kita bersih, tidak dibocori oleh flash eksternal kita ketika mentrigger

Atau bisa dipakai eksternal flash accesories yg dapat menekan cahaya atau bahkan menambah jika perlu



Jika cahaya di tembak frontal kearah model yg dekat, dapat efek warna merah, karena sinar IR trigger...

ini lagi....IR trigger tidak di bounching ke atas, kena efek merah

Untuk jarak model yg dekat, bounching (arah
keatas) IR trigger anda

Sehingga cahaya merah tidak mengganggu model

Untuk pemakaian IR trigger ini.  Khusus kamera merk Sony yg memiliki hot shoe flash beda dgn yg umum (lihat posisi bottom), harus membeli hot shoe adapter terlebih dahulu, untuk membuat hotshoe sama dgn kamera umum (lihat posisi top) baru disini IR trigger bisa dipasangkan.

item dapat dibeli di blog ini
Dari ketiga jenis trigger diatas ini, kita stop dahulu, mengurai jenis trigger lainnya.

Ke 3 jenis trigger diatas mensensor lampu studio dgn sensor cahaya (slave). 
Ketika shutter kita tekan, flash menyala, sekejap menyambar sensor built in (slave) yg tertanam ditubuh lampu studio secara umum.  Disini tidak terjadi "lag" atau jeda.  Semua serempak menyala (foto yg berbicara).

Perhatikan h. sycro contoller (foto bawah), samping bulat hijau, di body lampu berada dibelakang, berlogo "remote" ini lah sensor cahaya (slave/mata kucing) tertanam disetiap lampu secara umum.  Jika tersinggung cahaya dia akan mentrigger lampu studio nyala flashnya.


Kalau lampu dibawah ini, posisi sensor slave diatas body, perhatikan h. sycro contoller

Ketika shutter kita tekan, flash menyala, sekejap menyambar sensor built in (slave) yg tertanam ditubuh lampu studio secara umum.  Disini tidak terjadi "lag" atau jeda.  Semua serempak menyala.

Untuk didalam studio sangat mantap.  Kita bisa kontrol lampu sendiri, pakai power flash trigger kita cahaya kecil, bisa nyaber, karena dinding dan atap turut memantulkan cahaya.


Namun dipublic area, gedung pertemuan atau acara wedding, trigger diatas sedikit memiliki kendala

Karena prinsip kerja ke 3 trigger diatas.  "Flash dari kamera menyala, sekejap menyambar para flash studio melalui media slavenya".

Sangat diperlukan posisi flash trigger kita mengarah ke sensor slave lampu studio.

Silahkan diposisi mana saja, asal pancaran cahaya dari kamera kita, mesti mengena ditempat ditanamkan sensor slave lampu studio (biasanya dibelakang atau diatas lampu studio)

Jika lampu studio kita tidak nyala, sementara trigger kita nyala, maka cahaya dari kita tidak bersinggungan dgn sensor slave lampu studio.

Rubah posisi (siapa tahu anda membelakangi lampu) dan menggunakan prinsip pantulan (bounching) metode bola billiard, jika ingin cahaya dari kita kena ke sensor slave lampu studio (disamping sensor bisa ditaruh cermin kecil jika ingin membentuk perantara arah cahaya) jika menggunakan metode arah pantulan bola billiard.

Namun jika kondisi berkata lain ? makin sulit menyala di public area.
Perhatikan sekitar kita, biasanya ada lampu yg lebih terang didekat lampu studio kita.

Adanya lampu video ?

Sensor dilampu studio, slave (h. s
yncro controller) dekat bulat hijau, persisnya yg bulat hitam.  Isinya telah penuh menyimpan sinar yg lebih keras, ketika disentuh cahaya flash kita, bermaksud untuk mentrigger, sensor tidak respon.  Bego geto lo...Flash studio tidak akan menyala.

Hang sensor....solusinya, matikan lampu anda sekejap, test button (untuk nyalain test flash lampu studio) buang simpanan flash, selanjutnya buat pembatas untuk menahan cahaya keras lampu video, sensor tetap teduh.  Sehingga cahaya kita bisa menyentuh sensor tersebut yg belum diresapi, dan tidak terkontaminasi dgn cahaya asing, dan trigger dibukakan atau dikondisikan pada akhirnya cahaya trigger cahaya kita menyentuh lampu slave pada ligthing tsb.  Disini lampu studio kita dapat menyala.


Untuk trigger ke 1.  Internal Flash diset manual, sedikit kamera yg bisa, jadi tidak dominan.


Untuk trigger ke 2.  Flash eksternal

Keunggulannya :
1.  Biasanya pemilik kamera sudah memiliki ini
2.  Bisa membantu mengisi cahaya tengah (atas dgn bounching) suatu komposisi
3.  Bisa mentrigger lampu studio saat di set manual, dan sigap mengejar liputan tanpa studio, dengan fasilitas TTL atau auto flash nya

Kelemahannya :1.  Batterai boros, dibanding dgn ketersediaan lampu studio yg standby power dari aliran listrik
2.  Setting kamera tidak tetap, bergerak turun seiring lemahnya batterai flash, sementara lampu studio, powernya tetap dengan energi listriknya
3.  Kadang karena jarak jauh, kita menambah power flash eksternal untuk dapat menyentuh sensor lampu studio, power nambah, cahaya bocor juga ke obyek kita.
dan kalau membelakangi lampu studio, sensor flash studio tidak tersentuh.  Kita tidak dapat mentrigger lampu studio kita.
4.  Harganya mahal, bisa satu paket lampu studio yg ditawarkan di blog ini
cukup satu kita miliki ini, kalau lampu studio lebih dari 1 idealnya.

Untuk trigger ke 3. IR Trigger

Keunggulannya :
1.  Batterai hemat, tahan lama, butuh power sedikit saja, karena itu, batterai ganti yg sudah mau habis di flash eksternal kita bisa untuk IR trigger ini...hehehe hemat
2.  Karena hanya mengeluarkan flash merah kecil, ketahanan mekanikalnya simpel dan tahan lama jadinya
3.  Bisa mentrigger lampu studio.  Jika trigger lain sedang bermasalah
4.  Cocok di studio, karena space ruang dan yg motret sedikit

Kelemahannya :
1. Jika obyek terlalu dekat, dan lupa bounching, kena efek merahnya
2.  Kadang karena jarak jauh, kita tidak dapat menyentuh sensor lampu.
3. 
Kalau posisi fotografer membelakangi lampu studio, sensor flash studio tidak tersentuh cahaya IR trigger.  Lampu studio kita tidak respon.  Flash tidak nyala.


Selain memiliki sensor slave yg tertanam dalam tubuhnya, lampu studio memiliki sensor lainnya, yaitu wireless, secara gelombang radio, atau sejenis itu
Bisa juga secara kabel sycro (yg kabel ini tidak dibahas)

Wireless/Radio Trigger ini masuk kedalam trigger ke 4


DC :
Menggunakan batterai AA atau AAA, tergantung merk.  Jika kita memiliki banyak jenis lampu, sebaiknya trigger ini yg dipakai, karena DC tidak memandang jenis dudukan socket power.  Cukup tancap di lubang Sync Cable Socket.

Lihat Sync C
able Socket, disini dipasang receiver pakai jenis colokan yg kecil, untuk trigger AC pada lampu jumbo ini tidak bisa.  Karena colokan powernya dudukan seri 2.  Jadi jumbo juga mobillite outdoor yg colokan powernya beda cuma bisa memakai trigger seri DC.
Lihat Sync Cable Socket, disini dipasang receiver dengan jenis colokan yg besar, untuk trigger AC dan DC pada lampu ini bisa, karena colokan power socketnya seri 3, sementara dudukan AC sama.


DC juga untuk trigger mobillite (outdoor)

AC : Menggunakan energi listrik pada receivernya. Hemat, hanya lampu studio yg dudukan socket power 3 seri yg bisa menggunakannya

Secara fungsi AC dan DC sama.
Didalamnya terdapat channel radio, angka 1&2, yg harus kita buat formasi angka yg sama antara trigger dan receiver, agar saling mengenal, terdapat 1  dan 4 alternatif pilihan/channel.


Untuk pemakaian wireless/radio trigger ini.  Khusus kamera merk Sony yg memiliki hot shoe flash beda dgn yg umum (lihat posisi bottom), harus membeli hot shoe adapter terlebih dahulu, untuk membuat hotshoe sama dgn kamera umum (lihat posisi top)


back to topic, selanjutnya....


Ketika posisi slave kita buat off (no 3 foto atas), jika ada fotografer lain yang memakai flash menyala, dia tidak dapat menyambar lampu studio kita, karena slave (mata kucing) sudah kita matikan.  Yang bisa mentrigger hanya yg mencolok receiver wireless/radio trigger pada no. 7 lubang Sync.
Begitu juga jika ada cahaya keras luar yg meresap didalam sensor lampu studio kita, anda tetap dapat mentrigger dgn wireless/radio trigger.  Karena terminal trigger telah kita pasangkan sebagai receiver, yg kita picu dari trigger yg sudah kita pasangkan di hot shoe kamera. 

1 trigger ini bisa memicu semua receiver yg terpasang, dengan catatan, setting chanel telah kita seragamkan, dgn cara menset tombol angka yg sama pada masing-masing unit.

Jadi kelemahan pada trigger 1, 2 dan 3 pada pembahasan awal, dapat dipecahkan oleh wireless/radio trigger ini.

Pertanyaan baru muncul, Bagaimana jika lampu studio kita kebetulan tidak ada tombol on/off slave
(no 3 foto atas).  Kita ingin "mengunci" lampu biar tidak disambar orang lain yg menggunakan flash ?

Pasang receiver di setiap lampu anda dan lihat Syncro Controller, dekat lampu hijau atau pada lampu hitam dgn logo "remote".  Tutup lampu sensor hitam itu pakai lakban/isolasi hitam (lampu sesor type lain bisa warna tranparant dan putih), kita tutup rapat, supaya tidak terlihat/tersembunyi dari cahaya flash asing yg mendekat.
Lanjutan Pertanyaan, Jika ingin mengunci dari orang yg menggunakan wireless/radio trigger yg kebetulan sama ?

Pindahkan formasi channel di receiver dan trigger anda, pada angka (channel) yg beda dgn lawan anda.

pilihannya ada di Rekap Produk
Sehingga trigger ke 4 ini, bisa dipakai untuk outdoor


lampu terpicu dengan menggunakan frekwensi/gelombang radio saya istilahkan, atau sejenis itu.
sehingga dari jarak jauh bisa disamber sensor lampu studio, dilampu dipasang receiver, dikamera kita dipasang trigger.  Trigger & receiver yg kita pasang ini terkoneksi satu dgn lainnya.


Terlihat area atas wilayah lampu studio nyala cahaya putih, dan kuning area ambience, saya trigger dari aula atas gedung wedding

4.  Wireless/Radio Trigger
Keunggulannya :
1. Area rentang luas
, dan kalau membelakangi lampu studio, sensor flash studio tetap tersentuh, pada terminal receiver yg sudah kita pasangkan.  Kita dapat mentrigger lampu studio tsb, flash studio tetap nyala.
2. Jika kita memakai pada semua lampu studio kita, hanya kita sendiri yg dapat menguasai lampu dalam hal memicu cahaya keluar.
3. Bentuk Simpel

Kelemahannya :
1. Idealnya memiliki sebanyak lampu kita, jika punya cuma 1, lampu yg tidak pakai akan kena sensor secara cahaya, siapa saja yg menyalakan flash mereka (bahkan kamera pocket dgn flashnya), lampu studio kita kena sambar....waduh pusing wkwkwkwkwk

Kesimpulan
1. Jadi Kembali kepada teori kebutuhan, jika lighthing fotografi sebagai subyek
Trigger Studio merupakan kebutuhan primer (pokok) bersama lampu studio.
Sering orang menganggap triger adalah prioritas kedua bahkan selanjutnya dalam membeli peralatan studio.
Sebaiknya, trigger merupakan prioritas utama bersanding dgn lampu studio itu sendiri.
Idealnya setiap lampu mempunyai wireless/radio trigger, dgn back up flash internal, eksternal dan IR trigger.
2. IR trigger dan wireless/radio trigger tidak memandang merk, sifatnya universal.  Bisa dipakai disemua lampu studio yg beredar dipasaran.  Jadi tidak rugi untuk dimiliki.
3.  Tombol-tombol indikator lampu diatas, hampir sama dgn semua merk lampu studio yg beredar umum didunia ini (jadi nggak masalah tread ini dipelajari oleh yg kebetulan punya lampu studio merk lain) feel free
4.  Untuk motret studio, kamera harus bisa menset speed, diagframa dll secara manual (kamera SLR maupun Prosumer), dan memiliki hot shoe untuk dudukan flash/trigger, serta flash kameranya bisa diset manual juga
 

Masyarakat Foto Copyright © 2011 -- Template created by O Pregador -- Powered by Blogger Templates